Tuesday, August 16, 2016

Cerita Di Secangkir Kopi
oleh Vika Rahelia

Banyak cara menyajikan secangkir kopi tetapi, lagi-lagi bergantung dari pribadi dan karakter orang yang menikmatinya untuk dapat dibilang nikmat. Seperti kecantikan, kenikmatan kopi juga relatif walau ada beberapa kopi yang benar-benar nikmat bagi kebanyakan orang.

“With coffee we understand …”

Seperti diriku yang tak menyukai kopi berampas, akan tetapi lain halnya dengan kakakku yang hanya ingin minum kopi berampas atau kopi tubruk yang ampasnya mengendap dibawah.  Ia memang berawakan cukup keras dan pekerjaannya pun lebih banyak di lapangan sehingga ia memilih menjadi seorang insinyur ahli tambang. Sedangkan aku yang lebih lembut, seringnya berkutat di dapur meramu minuman sehingga aku terjun menekuni profesi barista pada akhirnya.

Setiap jenis biji kopi dan cara penyajiannya benar-benar mengesankan pribadi penikmat kopi itu. Makanya di setiap negara ada berbagai macam cara untuk menikmati kopi dan proses pembuatannya. Budaya kopi berasal dari negara timur tengah, akan tetapi yang mempopulerkannya adalah Itali. Padahal Itali itu bukan produsen kopi, hanya saja merekalah yang memiliki kreatifitas dalam mengolah kopi. Nama-nama menu kopi pun semua berasal dari bahasa Itali terkecuali kopi filter yang disebut French coffee, karena kepedulian mereka akan kesehatan, sehingga menemukan cara untuk mem-filter ampas kopi. Sedangkan Indonesia sendiri adalah produsen kopi terbesar di urutan keempat dunia.

"My first experienced with coffee…"

Pertama kali meminumnya, mata jadi melek seharian penuh, perut mulas, akibat kopi lampung yang diracik dengan air mendidih, dosis kopi sesendok makan penuh. Diaduk dengan gula hampir tiga sendok makan banyaknya. Maklum peminum kopi amatir, lebih banyak gula daripada kopinya.  Padahal kasiat kopi yang anti oksidan itu baru bisa dirasakan saat kopi tidak banyak tercampur dengan gula atau tanpa gula sama sekali.

Coffee is the new black, someone said.

Sekarang budaya ngopi menjadi trend bahkan profesi menjadi barista pun melejit dan kampus tempat mempelajari kopi pun berjamuran di mana-mana sekaligus promosi pemilik café.  Hanya saja profesi penyaji kopi lebih banyak diminati daripada petani kopi. Padahal, tanpa para petani sang barista tidak akan bisa memperoleh biji kopi terbaik.
Buatku yang sudah bukan peminum kopi amatir, kemampuan menanggulangi pahitnya kopi sudah tak diragukan lagi akan tetapi masih belum mampu menanggulangi pahitnya kehidupan ini. Masih saja sakit dan patah hati jika ditinggal kekasih. Hal itu pulalah yang mungkin mempengaruhi rasa racikan kopiku belakangan ini.
Baru saja aku selesai menyajikan secangkir cappuccino hangat, rekan kerjaku yang mengambil orderan mengembalikan cappuccino itu. “Kopinya gak enak katanya! Tidak seperti biasanya.”
“Kenapa? Padahal takarannya semua sama, suhunya juga.” Membela diri.
“Entah, coba lo minum sendiri deh!”
Kuminum sedikit kopi sajianku bekas hirupan pelanggan kopiku. “Hmmm… seperti kurang panas pada tekanan air di mesin espresso tadi.”  Tetapi aku yakin telah melakukan segala sesuatunya sesuai ritualku.
Akhirnya kubuat ulang dan tetap berhati-hati dan mengecek ulang seluruh proses agar tidak ada hal yang terlewatkan dari ritual pembuatan kopiku, terkecuali perasaanku yang sedang kacau ini. Setelah semua sesuai, aku tekan tombol pemanas dan penyembur uap panas untuk memasak bubuk kopi menjadi cairan espresso sebelum kucampurkan dengan susu dari mesin pembuat milk froth. Semua suhu dan tekanan telah pas, bahkan kusajikan dengan latte art seperti biasanya. Lalu kusodorkan kembali ke Gani, pelayan yang mengembalikan kopi buatanku tadi.
Tak lama Gani kembali dan berkomentar, “Mendingan, tetapi tetap tak seenak yang biasa dibuat barista di sini katanya.”
Bagaimana mungkin, dari awal café in berdiri sampai sekarang baristanya adalah diriku yang juga pemilik 30% saham  atas café ini. Aku jiwa dari keberlangsungan café ini sejak awal, penarik orang berdatangan ke tempat ini untuk mencicipi kopi buatanku. Aku barista lulusan terbaik di kampus kopiku.
Mungkin terdengar sombong, tetapi komentar atas sajian cappuccino itu membuat aku penasaran dengan si pemesan.
Lalu Gani menunjukkan siapa pemesan cappuccino tadi yang berkomentar seperti itu kepada kopi racikanku. Rambut panjang itu… aku kenal dengan sosoknya. Wanita itu yang pernah mengisi keseharianku, sang penggemar kopi buatanku bahkan terkesan fans berat. Ia selalu muncul saat café siap menyapa pelanggannya, tepat pukul  11.00 WIB dan memesan cappuccino.
Ia yang hilang telah kembali … tetapi ketika wanita itu membalikkan badan kearahku. “Bukan, bukan dia yang kumaksud. Hanya mirip.” Gumamku.
“Memang siapa yang lo maksud?” Tanya Gani penasaran.
“Bukan siapa-siapa.” Akhirku.
“Bukan siapa-siapa, kok gitu!”
Gani terlihat penasaran dan menunggu jawaban tetapi ia tak akan mendesakku jika aku tak berkenan bercerita lebih jauh. Tanpa jawaban apa pun dariku, Ia kembali melayani pelanggan café yang lain.
Ia yang kumaksud menghilang entah kemana, ia yang kumaksudkan tak kunjung kembali sejak peristiwa itu. Siapa yang kumaksud itu, seorang wanita yang pernah mengisi hariku dan selalu rajin menikmati kopi buatanku begitu ia tiba di café-ku.
Nama perempuan itu Ariadni, nama Yunani kuno. Perempuan asal kepulauan Crete, keturunan bangsawan yang setia menjadi asisten seorang putri di jaman penjajahan Romawi. Seperti kesetiaannya menikmati sajian kopiku menandakan dibukanya café ini.
 “Arya” itu panggilannya yang membuat resah diriku serta merta membuat kacau roh yang biasa menghidupi nikmatnya sajian kopi buatanku.
Ia menghilang demi berburu kopi ke Aceh dan Toraja. Ia sempat mengajakku, tetapi aku tak bisa meninggalkan café-ku ini.  Sejak aku menolak mengikutinya ia tak pernah lagi muncul di café beserta kehidupanku, menghilang tanpa jejak. Nyaris tak ada kabar.
“Sena, lo inget Ariadni kan? Gue ketemu Arya di airport mau ke Toraja, gila tuh cewek ngejar kopi sampai ke sana.” Ujar Teddy, suplier biji kopiku.
Dia memang ingin jadi petani kopi karena apa yang kuhidangkan itu berasal dari tangan petani ulung yang bisa menyediakan biji-biji kopi pilihan yang prima rasanya. Melebihi keulungan hewan luwak yang memiliki intuisi memilih biji kopi terbaik dari buahnya dan mesin alami yang bisa memproses biji kopi yang dimakannya untuk memperoleh aroma dan rasa yang khas yang menjadikannya sebagai kopi termahal di dunia.
Padahal dengan kepiawaiannya memproduksi biji kopi pilihan dan diriku sebagai baristanya kami berdua bisa menjadi partner yang sepadan dalam membangun kerajaan kopi bersama . Tetapi aku masih tak mengerti apa yang telah kuperbuat sehingga ia tak lagi mau mengisi kehidupanku.
Ia yang memutuskan tali silaturahmi bahkan nomor teleponnya pun tak bisa kuhubungi, “Nomor yang Anda tuju belum terdaftar, mohon periksa kembali …” itu suara yang menjawab nomor yang biasa kuhubungi untuk janjian di café dengannya.
Hanya Tuhan yang tahu kemana kopi membawa dirinya, memisahkan kami berdua. Aku hanya ingin kembali bertemu muka dan bertanya, “Apa salahku?”
“Aku memang tak bisa mengikuti perjalanan dan petualangannya berburu biji kopi terbaik serta bertani kopi karena aku memiliki tanggung jawab atas café-ku ini.” Tetapi aku tak pernah bilang putus atau menyuruh pergi selamanya dari hadapanku.
Sudah tiga bulan lamanya ia menghilang tak ada kabar. Baru Teddy yang mengabariku bahwa ia ada di Toraja.

“Kamu tahu biji kopi itu dipengaruhi oleh kadar mineral yang ada di dalam tanah yang menopang pohonnya.” Jelas Arya suatu hari, saat ia sedang menyusun skripsinya tentang pengembangan lahan kopi.
“Aku tahulah, tetapi itu bukan urusanku! Tugasku hanya menyajikannya supaya nikmat.”
“Tanpa kelihaian mereka, kopimu  tak akan senikmat ini.”
“Tapi kan aku tahu mana yang baik dan tidak, dari aroma biji kopinya saja sudah tercium apakah itu kopi nikmat atau tidak!” tukasku.
“Baiklah, aku akan berkeliling tempat penghasil kopi-kopi terbaik di Indonesia. Kamu mau ikut denganku?” Itu pertanyaan terakhirnya padaku sebelum menghilang.
“Aku belum bisa meninggalkan café ini, belum ada orang yang bisa menggantikan diriku untuk menjadi barista di sini.” Jelasku.
Lalu ia hanya tersenyum di malam itu, tak ada pembicaraan lanjutan hanya sebuah kecupan dan pelukan erat serta kosongnya cangkir kopi racikanku untuknya. Sejak itu tak pernah lagi aku menyediakan kopi untuknya. Aku rindu menyajikan kopi untuk Arya lagi.
Memang aku baru beberapa bulan mengenalnya dan belum mengenali  dirinya lebih jauh, siapa teman-temannya, terkecuali obrolan kopi dan cappuccino kesukaannya. ‘Double espresso, sesendok teh brown sugar, dan taburan cinnamon diatas milkfroth-nya.’ Serta nomor ponselnya. Tetapi aku tak bisa menghilangkan ingatan tentang dirinya dan keinginanku mencari tahu mengapa ia tak pernah memberi kabar lagi setelah malam itu.
Setidaknya aku tahu sekarang ia berada di Toraja, pikirku.
Sebulan setelah kabar itu, Teddy kembali datang mensupply persediaan kopiku. “Coba deh buat espresso dari kopi yang ini dan dari kopi yang biasa gue supply!”  pintanya tanpa basa-basi lagi.
“Memangnya ada kritikus kopi?” tanyaku sambil mengerjakan permintaannya.
“Belum jadi kritikus sih, tapi aku perlu membandingkannya.”
Kukondisikan semua sama, suhu, takaran bubuk kopi  dan kujalankan pada waktu yang bersamaan pula. Aroma kopi itu tidak seperti kopi dari Teddy. Tercium saat cairan kopi mengalir dari mesin , sampai aku pun tak tahan untuk mencobanya sebelum kuhidangkan untuk Teddy.
“Gila Ted, lo dapat kopi ini dari mana?” tanyaku langsung.
“Kenapa lo minum, buat gue mana?”
“Iyah, gue buat lagi nih!” kubuatkan ulang dan kembali aromanya memenuhi café.
“Nih, silahkan bandingkan!” selesainya kedua kopi tersaji di depan Teddy.
“Hmmm, bener nih si pakar tanah kopi! Diapain nih kopi sampai aromanya bisa seperti ini.”
“Gue mau juga donk kopi yang ini Ted, setengah dari  yang biasa gue order atau gue ganti semua aja dengan kopi ini!”
“Waduh, petani kopi ini langsung mengambil pangsa pasar gue.”
“Memangnya bukan kopi lo?”
“Bukanlah, beda petani yang ini.”
 “Ada banyak cerita dibalik secangkir kopi racikanmu dan itu bukan dari kelihaianmu mengolahnya…” terdengar sebuah suara yang begitu kurindukan.
“Tetapi dari kelihaian petani yang menanamnya.” Tambahku menyelesaikan kalimat itu.
Kopi itu dari Arya, dalam petualangannya ia bertemu dengan para petani yang menanam, merawat tanaman kopi karena kecintaan dan kepiawaiannya dalam mengolah biji-biji kopi pilihan. Ia pun sempat belajar menanam dan bertani kopi dari mereka. Kopi yang kubuat espresso tadi adalah kopi gayo dari Aceh dan masih banyak jenis kopi lain yang ia bawa dari hasil perjalanannya itu.
“Mengapa kamu menghilang dariku?” Langsung kutanyakan apa yang ingin kutanyakan selama ia menghilang.
“Aku kan sudah mengajakmu!”
“Iyah, tapi tak perlu mengganti nomor ponsel juga, kan?”
“Oh, itu! Aku juga lupa nomor ponselmu, karena ponselku sempat terendam lumpur dekat sawah dan semuanya rusak , keluargaku juga memarahiku karenanya.” Jelas Arya tersipu malu.
“Masuk akal juga penjelasanmu.”
“Kamu kangen?”
Pertanyaan Arya hanya kujawab dengan pelukan erat dan ciuman dariku yang mendarat di dahinya.
“Jadi ini, yang bukan siapa-siapa!” Sindir Gani menyodorkan pesanan kopi.


Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen #MyCupOfStory Diselenggarakan oleh GIORDANO dan Nulisbuku.com

Friday, March 28, 2014

DIAGNOSIS


By Victoria Doumana

Sudah lama kunantikan hari ini, bersanding dengan lelaki yang telah meminangku disebuah acara makan malam di restauran favorit  kami yang terletak tepat di tepi pantai dengan diterangi cahaya bulan purnama dan lilin, ia menyelipkan sebuah cincin berlian didalam gelas wine yang akan kuminum, untungnya mataku menangkap kilauan berlian di cincin itu sebelum kuteguk. Tidak lucu bukan, jika lamaran itu malah mendatangkan ambulan karena yang dipinang tersedak cincin.

Lelaki yang akan meresmikan hubungannya denganku ini, yang pertama kali memperkenalkan diriku dengan debur ombak dan pasir putih Bali. Tempat dimana dunia internasional awalnya mengenal Indonesia tanpa tahu bahwa Bali itu hanya salah satu dari sekian banyak pulau yang ada di Indonesia.

Kembali saat malam itu, dimana Lelakiku menawarkan cintanya, meminta untuk mengikat hubungan yang telah kami jalani bersama selama kurang lebih tiga tahun ke tingkat yang boleh dibilang ’serius’ dengan berkata, ”Maukah kamu Deana Sanudewi, menerima cincin yang kamu temukan di dasar gelasmu itu untuk menjadi pasangan hidupku?”

Kujawab,” Hanya sebagai pasangan hidup?” Lalu ia menjawab,” Yah, menikahlah denganku! Kamu tahu aku tak biasa basa-basi dan menyusun kata-kata mutiara.” Ujarnya memperlihatkan kegugupannya dalam meminang seorang gadis untuk menjadi istrinya.

”Bolehkah aku meminta waktu untuk memikirkannya terlebih dahulu?” Itulah jawabanku malam itu.

”Mengapa?” Tanyanya keheranan, terkejut karena ia sangat yakin aku akan menjawab ’ya’ saat itu juga. Tetapi bagiku keputusan menikah tak bisa langsung dijawab walau sebenarnya hatiku berdegup kencang dan ingin sekali langsung mengatakan ’ya’ padanya.

”Kalau kamu benar-benar cinta, kamu juga bisa bersabar menungguku untuk memberikan jawaban yang tepat untuk pertanyaan yang baru saja kamu tanyakan?”  Jawabku penuh diplomasi.

”Benar juga sih, baiklah. Kutunggu jawabannya, walau terus terang aku ingin kamu segera menjawab ’ya’, aku pikir ini yang kamu inginkan dari tujuan kita berhubungan.” ujarnya terus terang.

”Memang aku ingin sebuah kejelasan dari hubungan kita pada akhirnya, tetapi dengan berat hati aku juga ingin benar-benar yakin akan pilihanku bukan hanya terpengaruh akan suasana romantis saat ini.” Masih menunda jawabanku, karena kupikir aku butuh waktu untuk mempertimbangkannya.

”Baiklah, tak ada gunanya juga aku memaksamu untuk segera menjawab, mari kita nikmati makan malam ini!” Ia memilih untuk tidak merusak suasana dengan tidak membahas dan memaksaku memberikan jawaban atas pertanyaannya tadi.

Kami menikmati malam itu dengan salah satu makanan favorit kami, bebek bengil. Makanan yang selalu membuat kangen Bali, walau sekarang bisa juga ditemukan di kota lain tapi tak pernah bisa menandingi kenikmatan rasa bebek bengil yang di Bali, entah karena suasana tempat makannya atau memang orang yang membuatnya walau demi memakannya kedua tangan ini harus ikut kotor, tak pernah nikmat kalau dengan sendok dan garpu sesuai dengan namanya ’bengil’ yang berarti kotor.

Aku telah menyiksa lelaki itu dengan membuatnya menunggu dan bertanya-tanya akan jawaban atas pinangannya itu selama liburan kami di area The Bay Bali, Nusa Dua.

Lelaki yang sedang menunggu jawaban dariku itu bernama Leon Strati. Lelaki yang suka pantai dan cinta olahraga air yang tak pernah berhenti memperlihatkan cintanya kepadaku selama tiga tahun terakhir ini.

Bukan aku tak ingin menikah dengannya, tetapi tanggung jawabku atas cintanya jika ia menikah denganku, wanita yang telah divonis kanker stadium akhir yang kemungkinan hanya hidup beberapa bulan atau maksimal satu tahun saja.

Jika lamaran itu terjadi saat aku sehat, mungkin aku akan langsung mengiyakan ajakan nikahnya. Tetapi ini seminggu sejak aku tahu aku memiliki sel kanker yang aktif dalam tubuhku dan itu sudah menjalar ke seluruh tubuhku yang kesempatan untuk sembuh sangat kecil, terkecuali Tuhan mengirimkan mujizat bagiku.

Liburan kami saat itu memang sudah direncanakan jauh hari sebelum kutahu mengidap penyakit yang mengancam nyawaku, tetapi dokter menganjurkan aku untuk tetap pergi berlibur dan menikmati liburan dan kalau memungkinkan menyusun ’The bucket lists’ daftar hal-hal yang ingin dilakukan sebelum penyakit itu merenggut nyawaku.

My bucket list:
-          Makan Bebek Bengil
-          Makan Nasi Campur Bali
-          Bermain olahraga air, jetski, banana boat, etc
-          Berjemur di pantai setiap hari
-          Membuat istana pasir
-          Punya rumah di tepi pantai (kalau bisa di Bali)
-          Menikah dengan lelaki yang mencintaiku

Sebenarnya masih banyak tetapi kurasa itu yang mungkin bisa terwujud dengan cepat, kecuali memiliki rumah tepat di tepi pantai dan menikah. Pasalnya keuanganku tak memungkinkan untuk membeli rumah di tepi pantai, terlebih di Bali yang harga property sudah mulai melonjak. Untuk menikah, memang ada lelaki yang mencintaiku tetapi jika tahu aku penyakitan akankah ia masih mau menikahiku, itu yang menjadi keraguanku.

Liburan kami di Bali memang sepuluh hari dan ini adalah hari ketiga sejak malam malam pertama yang mendatangkan proposal pernikahan itu. Beberapa kali Leon kerap menyinggung masalah jawaban atas pinangannya dan aku masih belum memberikan jawaban yang pasti.

Sulit untuk memberitahukannya, sulit juga untuk memulai cerita karena takut merusak suasana liburan ini. Ragu tepatnya, takut merusak suasana walau sebenarnya sejak proposal pernikahan itu suasana hatiku tak bisa lagi menikmati liburan yang kami rencanakan ini karena telah menumbuhkan kekhawatiran di hati kami berdua, khawatir jika ia meninggalkanku dan dirinya pun khawatir jika aku tidak menerima lamarannya walau bisa disimpulkan kami berdua khawatir akan penolakkan.

Sampai akhirnya di akhir liburan aku berterus terang juga akan alasanku menunda menjawab proposal pernikahan dari Leon.

”Ini malam terakhir kita, apakah kamu masih butuh waktu untuk menjawab lamaranku?”

”Aku sudah ingin menjawabnya Leon,  sejak kamu mencetuskan pertanyaan itu.”

”Dan...?”

”Sebelumnya aku ingin kamu mendengar penjelasanku,  setelahnya baru kamu putuskan apakah tetap menginginkan aku menikahimu atau tidak.”

”Memangnya kenapa?”

”Aku... ” aku masih ragu untuk mengatakannya,”Aku sakit Leon. Hidupku mungkin tak lama lagi, jadi lebih baik...” Ia langsung menutup bibirku yang berniat melanjutkan kalimatku.

”Aku yang memutuskan ingin menikah denganku, tanpa syarat! Bagaimana pun keadaanmu sekarang ini.” Ia langsung menggenggam tanganku.

”Tetapi aku tak ingin menyusahkanmu nantinya! Aku pengidap kanker, jika menjalani kemoteraphy tubuhku akan lemah dan selalu membutuhkan seseorang untuk merawatku antara akan mengalahkan penyakit atau pun kehilangan nyawa atasnya.” Jelasku memberikan argumen.

”Aku mencintaimu Dea, bahagia itu adalah bisa menikmati hidupku bersama orang yang kukasihi sesingkat apa pun, yang penting aku bisa membahagiakannya saat bersamaku.”

Aku menitikkan air mata saat itu mendengar jawabannya dan berkata, ”Leon Strati, aku mau menikah denganmu.”

Kami berpelukan di malam terakhir liburan kami dan aku pun akhirnya mengenakan cincin yang kutemukan didasar gelas wine-ku.

...


Together With Their Parents, Is With Great Pleasure That

Leon and Deana

Invite You to Celebrate Their Wedding
On Saturday 29th March 2014, 6:30 PM (Bali Time)

At The Oceanfront Culinary Experience and Fun Beach Activities
BTDC Area, Lot C-0, Nusa Dua – Bali, Indonesia
The Bay Bali

Followed By Great Food, Wine and Dancing
From 8.30 PM (Bali Time) At Hong Xing, Club & Resto


Undangan simpel tercetak dengan tinta emas dan kertas berwarna ungu bertekstur linen dengan amplop berwarna sama hanya berbeda gramasinya.

Lamaran itu tiga bulan yang lalu, hari ini menjelang matahari terbenam aku menunggu di kamar honeymoon sweet hotel tempat aku mengenakan gaun pengantin dan rias wajahku,
menunggu dijemput ayah untuk mengantarkan diriku ke pelaminan, menyerahkan diriku kepada Leon.

Pernikahan kami tak jauh dari tempat ia melamar, dinaungi langit biru dan dialasi pasir pantai. Yang perjalanan menuju pelaminan ditaburi bunga menghiasi hari yang akan memulai kehidupan kami berdua sebagai suami istri.

Hanya disaksikan kedua keluarga dan beberapa sahabat dekat, kami melangsungkan pernikahan dan mengucap janji, berjanji akan sehidup semati sampai maut memisahkan. Walau janji itu adalah luapan cinta kasih kami tetapi tak ayal kami menitikkan air mata bahkan seluruh undangan yang hadir.

Terlintas aku akan kehilangan seluruh rambutku dan Leon harus menggendong tubuhku untuk pergi ke kamar mandi saat ku lemah bahkan mungkin harus memandikan dan menyuapiku untuk makan dan rentetan kejadian yang akan menyusahkannya karena harus merawat istrinya menjelang hari-hari terakhir tetapi aku akan sangat bahagia karena dicintai dan diterima dalam keadaan apapun walau itu tak adil bagi Leon.

Tetapi rupanya Tuhan tak ingin bayangan tadi menimpa Leon, lelaki baik yang tulus mencintaiku. Ketika pesta berakhir kami kembali ke kamar honeymoon sweet tempat aku berdandan tadi dan mendapati ponselku yang telah menerima 5 kali misscall dari nomor Jakarta dan sebuah sms bertuliskan;

Maafkan suster kami,
hasil labnya tertukar
dengan Nyonya Indriani.
Anda tidak mengidap kanker,
sekali lagi maaf.

Dokter Indra


Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happiness: Share your happiness with The Bay Bali & Get discovered! www.thebaybali.com

Friday, June 15, 2012

#15HariNgeblogFF2 Hari ke 5: Sepanjang Jalan Braga


Setahun sudah, sejak peristiwa yang hampir menewaskanku di Danau Toba. Ayah menyuruhku membuka cabang di Bandung tepatnya di salah satu gedung di Jalan Asia Afrika.
Tinggal di apartemen Aston Braga City Walk, aku kembali melakukan kebiasaanku bersepeda ketika kuliah di Belanda. Terlalu dekat dari Braga ke Gedung kantor, kalau mengendarai mobil lebih jauh karena harus berputar-putar akibat kebijakan jalan satu arah di kota itu.
“Pagi Pak!” Aa Teja satpam apartemen, menyapaku pagi-pagi ketika hendak mengayuhkan sepeda ke kantor.
”Pagi A, cabut dulu yah ke kantor, jaga apartemen saya baik-baik.” Candaku.
”Siap Bos!”
Maklum aku tak banyak memiliki teman di Bandung ini, walaupun kudengar ada banyak sanak saudara dari margaku yang tinggal disana, tapi aku tak kenal mereka. Setiap pulang kantor jika Aa Teja selesai dengan bagian shiftnya, ia kuajak main Wii di apartemen.
...
Setiap jumat malam aku pulang ke rumah orang tuaku di Jakarta untuk bisa bertemu dengan teman-teman juga keluargaku. Lagipula aku pernah tidak pulang ke Jakarta selama akhir pekan, tak bisa kemana-mana karena jalanan di Bandung penuh dengan mobil-mobil huruf B. Kemacetan Jakarta urbanisasi ke Bandung.
Bosan juga setelah 3 bulan di Bandung sendirian dan kuputuskan untuk mencoba menyelusuri  jalan Braga malam hari bersama Aa Teja. Ia memboncengku dengan motor mengajakku makan nasi goreng di depan Hotel Savoy Homann,  lumayan enak untuk jajanan pinggir jalan begitu juga dengan bubur ayamnya.
Setelah kenyang kami berjalan di sekitar Jalan Asia Afrika tepat pk. 11.00 malam, kulihat ada sepasang lelaki dan perempuan berpakaian pengantin lengkap. Kupikir aku melihat hantu lagi, ternyata mereka sedang melakukan pemotretan prewed. Lucu juga malam-malam sengaja berdandan lengkap hanya untuk sebuah foto, tapi cukup menarik ketika kuintip hasil foto dari kamera fotografernya.
Banyak sekali ternyata yang harus kucicipi dan kunjungi, mulai dari warung Ceu Mar yang banyak menyediakan makanan rumahan khas Sunda  yang muncul pk. 08.00 malam.
Makan siang dengan sekretaris dan staff kantor di sebuah kantin di tikungan jalan Braga yang buka dari pk. 08.00 – 14.00 siang, banyak makanan rumahan yang enak disini.
Satu bulan kulakukan wisata kuliner dengan orang-orang disekelilingku dan banyak kutemukan makanan enak-enak tetapi agak aneh jam bukanya, seperti perkedel Bondon di depan stasiun hall. Itu juga baru mulai buka pk. 11.00 dan diharuskan mengambil nomor karena ramainya pembeli.
Akibat wisata kuliner itu aku memutuskan untuk menjadi member Gym di Braga City walk, tepat di bawah apartemenku takut buncit karena makan malam terus.
Beberapa minggu kemudian kumenemukan sosok gadis yang menarik hatiku di gym. Kami sering bersama-sama di kelas spinning.
Akhirnya kami berkenalan...
”Hai, sering kesini yah?” Sapaku, ketika mencari sepeda yang nyaman sebelum kelas dimulai.
”Iyah, Nada, kamu?”
”Choky.”  Jawabku.
”Haha, Batak yah?”
”Kok tahu?” Tanyaku agak heran.
”Tahu aja, banyak kok teman-temanku yang memiliki nama panggilan begitu.”
Dalam hati aku berharap ia Batak juga.
Selesai dari kelas spinning kami berjanji  untuk mampir di The Kiosk, tepat di depan Gym. 20 menit kemudian aku menunggunya di depan ruang loker sambil mengambil air minum.
Akhirnya ia keluar setelah 15 menit  menunggu, ia tampak cantik dengan balutan celana jeans legging dipadankan dengan tanktop putih dan geraian rambut panjangnya.
”Lama yah nunggunya?” Begitu ia mendapatiku melamun menunggunya.
“Tidak, hanya 15 menit.” Ujarku berusaha berbohong tapi spontan jujur.
”Ahh Batak yang sabar rupanya, 15 menit itu sebentar.” Ujarnya setengah mengejek.
Aku hanya tersenyum, lalu kami berdua berjalan menuju tempat itu.
Kami mengobrol seru, ternyata Nada menyenangkan orangnya. Ponselnya tiba-tiba berdering.
”Baru beres nge-Gym lagi ngobrol sama temen, arek kadieu? Nteu, teu mawa mobil. Di the Kiosk nya.”
Tiba-tiba seorang lelaki muncul dan mendekati Nada lalu mencium pipinya di depanku.
”Nah, ini Choky saya.”
Masih kurang beruntung menemukan pengganti si kerudung merah di hatiku.
...
#bersambung di kota lain
* Aa = panggilan untuk kakak laki-laki bahasa Sunda
*Arek kadieu? Nteu, teu mawa = Mau kesini? Tidak, tidak bawa

#15HariNgeblogFF2 Hari ke 4 : Kerudung Merah


Sejak kecil setiap liburan sekolah aku pergi ke Medan untuk pergi ke pulau Samosir mengunjungi Opungku yang tinggal tak jauh dari Danau Toba, danau favoritku.
Aku selalu menghabiskan waktuku bermain di dekat danau untuk menggunakan mainan speedboad remote control oleh-oleh Opung dari Belanda waktu itu.
Pertama kali kumelihat gadis berkerudung merah ketika mainanku tiba-tiba tak bergeming hampir ketengah danau. Tak diminta gadis itu langsung mengayuhkan dayung perahunya menuju mainanku, mengambil dan memberikannya kepadaku.
Begitu mendekat, kulihat wajahnya yang cantik, berbeda dengan tipe gadis-gadis di sekitar danau Toba. Ia cantik dan berwajah mungil dan anehnya ia tak pernah lepas dari pikiranku bahkan 18 tahun kemudian setelah aku besar dan mulai magang di kantor ayahku.
Aku selalu mencarinya jika aku kembali kesana, tapi tak pernah menemukannya. Karena saat ia mengembalikkan mainanku itu aku lupa mengucapkan terima kasih, terpana oleh kecantikannya. Tak pernah kulihat sosoknya lagi tapi wajahnya tak bisa kulupakan, berharap suatu saat kubisa bertemu dengannya. Walau mungkin ia sudah tua, tapi aku tetap ingin bertemu kembali dengannya.
...
Opung kembali mengundangku untuk berlibur ke danau Toba.
Kembali aku mencari si kerudung merah di danau, kali ini mimpiku terwujud. Aku memberanikan diri mendekatinya dan kembali aku terpana karena ia masih sama seperti dulu.
“Mau mengelilingi Danau Toba?” suaranya lembut dan bahasa Indonesianya fasih, tidak seperti kebanyakan penduduk di sekitar danau.
“Boleh.” Aku langsung mengiyakan.
Diatas perahu mataku tak pernah lepas memandangi gadis itu yang masih sama seperti dulu, tak ada kerut sedikit pun takjub aku dibuatnya.
“Kenapa Bang? Ada yang aneh dengan wajah saya?”
“Ahh, tidak.” Ujarku berbohong.
“Kalau begitu, mengapa Abang memandangiku seperti melihat hantu?”
Kuberkata dalam hati, “Memang aku sedang melihat hantu.”
”Tidak, hanya wajahmu mengingatkan aku dengan seseorang.”
”Siapa bang?”
”Bukan siapa-siapa.”
Akhirnya dengan hati-hati kubertanya kepadanya. ”Kamu biasa menjajakan jasa perahumu disini?”
”Iyah, memang kenapa bang?”
”Sejak kapan?” Tanyaku lagi
”Sejak menolong perahu mainan cucu tetanggaku yang terkatung-katung di tengah danau karena remote-nya kehabisan baterai.”
Terkejut dibuatnya dengan jawaban yang baru saja terlontar dari mulutnya.
”Itu perahuku! Jadi benar kamu wanita itu?”
”Maksud abang?”
”Waktu aku berumur 10 tahun, mainan perahuku kehabisan baterai dan terkatung-katung hampir ke tengah danau dan ada gadis sepertimu yang menolongku mengambilkannya dengan perahu, yah seperti kamu.” Akhirnya kuungkapkan semuanya.
Iya tidak menjawab hanya tersenyum kepadaku.
”Ahh, senyumnya kembali membuatku berbunga-bunga.”
...

”Choky...! Bangunlah kau, nak!” Opung berusaha menyadarkan aku.
Akhirnya aku terbangun, ”Opung, mengapa aku disini? Kemana perginya gadis berkerudung merah?”
”Siapa? Tak ada gadis berkerudung merah disini, kau hampir tenggelam ditengah danau!”
”Jadi...?”
Akhirnya kuceritakan gadis berkerudung merah itu kepada Opung yang telah menjadi obsesiku selama 18 tahun, setiap tahun kukembali ke danau Toba hanya untuk mencarinya, tapi tak pernah bertemu dengannya.
Opung pun menuturkan kisah yang tak pernah kutahu sebelumnya, setiap lelaki dari marga keluargaku terutama jika itu laki-laki satu-satunya penerus marga selalu dihantui oleh gadis itu, Kakeknya Opungku pernah jatuh cinta padanya, mereka pertama kali bertemu di danau Toba.
Mereka tak pernah bisa menikah karena marga kami bertentangan, wanita itu berasal dari marga Karo sedangkan kami bermarga Toba. Setiap pernikahan antar keluarga Batak,  mereka akan mengecek tarombo keluarga pasangan yang terdeteksi dari nama marga.
Keduanya dipisahkan oleh keluarga, Kakek buyutku itu dikirim sekolah ke Belanda dan wanita itu dijodohkan dengan pria yang sesuai dengan marganya. Tetapi sebelum pernikahan itu terjadi ia bunuh diri karena tak ingin mengkhianati kekasihnya yang di Belanda.
Sebuah nyawa melayang karena pertentangan nama marga, nyawaku pun hampir melayang tenggelam tak sadarkan diri terpesona akan kecantikan si kerudung merah, untung Opung menemukanku.
...
#bersambung di kota lain

*TAROMBO adalah silsilah, asal usul menurut garis keturunan ayah. Dengan tarombo seorang Batak mengetahui posisinya dalam marga.
*OPUNG adalah bahasa Batak untuk sebutan kakek.
*CHOKY panggilan keren dari sebutan Ucok untuk anak laki-laki

Friday, May 11, 2012

May 2012 issue; Mengapa dia tidak online?


Mengapa dia tidak online? -  kita bertanya-tanya jika si dia tidak online atau tidak memberi kabar lagi kepada anda, apa yang salah? Ada apa? Jangan panik, edisi ini akan membahasnya.

Dari awal hubungan seperti ini adalah hubungan ’nothing to loose’ jadi jangan terlalu dibawa serius jika belum kopi darat atau belum pasti benar dengan orang di balik layar.

Terlalu berharap nantinya bisa kecewa berat, jadi harus dibawa santai supaya emosi tidak terlalu dipermainkan jika orang di balik layar hanya main-main saja dengan anda.

Banyak alasan jika pacar cyber anda tidak online lagi, bisa jadi koneksi internetnya bermasalah, bisa juga sudah tidak mau berhubungan, bisa juga sedang sibuk jadi tidak ada waktu untuk online. Banyak, karena kita tak tahu siapa dia sebenarnya.

Untuk mengantisipasi hal ini, yang paling utama yang harus kita lakukan adalah bersikap tidak terlalu memaksa dan terkesan serius sekali aturlah agar bisa menempatkan diri untuk bersikap serius dan bercanda tergantung bahan pembicaraannya.

Pada dasarnya laki-laki kurang suka bercerita mengenai dirinya, dan wanita cenderung bercerita lebih banyak, usahakan untuk menyeimbangkannya agar anda tidak kecewa jika si dia tiba-tiba tidak ada kabar dan ini terjadi biasanya pada saat hubungan masih perkenalan atau penpall saja, ’nothing serious’ kalau ketemu online syukur kalau tidak juga tidak mengapa bukan janjian dan ada jadwal khusus untuk chatting dengan anda.

Kalau sudah mulai serius dalam artian punya jadwal reguler bersama untuk chatting, maka jika tiba-tiba menghilang kemungkinan besar sibuk dan lain-lain tetapi jika memang dia benar-benar serius maka ia akan meninggalkan pesan atau lainnya untuk membuat anda tidak khawatir, jika tidak ia kurang serius menjalin hubungan dengan anda jadi bersiaplah untuk segala kemungkinan yang ada dan tetap dibawa santai.

Thursday, April 5, 2012

Perampasan Harkat dan Martabat Seorang Manusia

Sebenarnya ini artikel untuk di upload di ngerumpi.com, tetapi registrasi kesana error terus, ya sutralah disini saja, silahkan di comment...


Sebenarnya saya paling takut mendengar kata ini ’perkosaan’. Beberapa waktu lalu ada sebuah id di twitter yang membuat lelucon dari sebuah tragedi perkosaan di angkot, kalau tidak salah hal itu pernah terjadi di sebuah angkot di Bandung.

Di ngerumpie, saya menemukan dua artikel yang membahas masalah ini dan keduanya berusaha tidak ’menghakimi’, tidak ada yang salah dengan pendapat mereka. Hanya saya mau mengajak melihatnya secara lebih luas, karena pembahasan yang sudah-sudah membahas tentang korban perempuan bagaimana dengan laki-laki?

Menarik bukan? Jika kamu adalah si pemerkosa yang membela diri dengan mengatakan tergoda karena pakaian si wanita, bagaimana perkosaan terhadap laki-laki atau yang disebut anal sex?

Perempuan cenderung tidak berdaya, walaupun dengan luar biasanya ia berusaha menolak, melawan balik lelaki yang memperkosanya tetapi wanita lebih bisa survive melewati pengalaman buruk itu.

Lelaki itu sudah memiliki image kuat, perkasa, jika terjadi perkosaan pada dirinya bagaimana dengan harga dirinya sebagai seorang laki-laki, orang akan melecehkan dan mentertawakan mengapa tak bisa melawan? Betapa jauh lebih parah dan susah untuk mereka survive dalam memperoleh pengalaman buruk seperti itu.

Hal ini bukan hal yang bisa dijadikan lelucon, tak ada yang lucu dalam merampas harkat dan martabat seorang manusia. Tak ada manusia yang ingin memiliki pengalaman pahit itu. Siapa pun dia; pelacur, banci, gay atau seorang gelandangan, mereka pun manusia dan berhak untuk dihargai, mereka tak pernah menginginkan dirinya terlahir seperti itu bukan?

Kita harus lebih bersikap peduli dalam hal ini karena kita pun tak ingin mengalami hal buruk seperti itu. Sebelum kita melakukan sesuatu yang jahat terhadap orang lain, berfikirlah bahwa orang lain pun bisa melakukan hal itu kepada kita.

Jika semua manusia berfikir untuk saling mengasihi dan menghormati keberadaan orang lain maka tak akan ada yang melanggar hak-hak asasi yang lain dan dunia ini akan tenteram.

Pernah menonton film The Woman with Dragon Tattoo? Wanitanya mengalami perkosaan walaupun dengan luar biasanya ia melawan tapi ia merekam kejadian itu dan saat dirinya siap, ia membalikkan apa yang dialaminya itu kepada lelaki itu dan jauh lebih sadis lagi tentunya. Menyodominya dengan replica alat vital lelaki yang cukup besar dan terbuat dari metal dan menato dadanya besar-besar dengan sebuah kalimat pengakuan ‘I’m the rapist” (kalau tidak salah).

Wanita memang terlihat lemah dan perlu dilindungi tetapi ia sanggup membawa bayi di dalam perutnya selama berbulan-bulan, kekuatannya adalah kelemahannya.

Tuhan itu adil, kejadian buruk apa pun yang menimpa kita haruslah kita sikapi dengan baik sehingga kita bisa melihat keindahan dibalik peristiwa itu. Saya tersentuh membaca cerita wanita korban perkosaan dan bisa survive salah satunya Oprah, lalu ada seorang lelaki yang pernah diperkosa di masa kecilnya sekarang menjadi bintang film dan menjadi konselor untuk memotivasi orang yang mengalami hal yang sama dengan dirinya.

*Life is a bitch but don’t be the bitch itself.

sumber: 

Tuesday, April 3, 2012

April 2012 issue; Memupuk Cinta lewat Chatting

Yang namanya hubungan jarak jauh atau sering disebut LDR = Long Distance Relationship, memang terpisah oleh jarak dan terkadang juga berbeda waktu kalau lain Benua.

Di era internet ini salah satu komunikasi yang bisa dilakukan dan juga cukup interaktif  bisa video call, main game bersamaan, berbagi video/film yang disuka, gambar dan lain sebagainya kecuali sentuhan adalah lewat Chat Messenger. Mulai dari hotmail, windows messenger, yahoo, Skype, facebook, dll memungkinkan kita bertemu muka, tak hanya dalam suara dan kata.

Pada saat berjauhan komunikasi itu sangat penting, terkadang yang dekat pun justru bermasalah apalagi yang jauh dan terpisahkan oleh jarak, tidak mudah untuk bertemu langsung.

Bagi pasangan yang sedang berhubungan lalu harus terpisah karena pindah tugas, meneruskan kuliah dan alasan lainnya kecuali untuk putus, setidaknya memiliki dasar untuk berkomitmen melanjutkan hubungan dan hal ini merupakan salah satu ujian atau tantangan untuk keberhasilan hubungan mereka.

Bagaimana dengan pasangan yang memang bertemu dan berkenalan di internet tetapi bisa tetap ’pacaran’ tanpa bertemu secara langsung atau ’kopi darat’? Terdengar aneh, tetapi kalau hubungan itu berhasil yah itulah CINTA, tak ada yang tahu mengapa dan itu pun terjadi pada banyak orang.

Sebenarnya terletak pada awal ketertarikan pada pasangan kita, apa yang kita harapkan dan sebaliknya.
  • Apa yang membuat kita memutuskan bahwa kita ’jatuh cinta’ pada suatu pribadi atau karakter?
  • Apa yang membuat kita selalu tertarik untuk bertegur sapa, memberikan perhatian, bertanya jawab, berdiskusi, berbagi dan lainnya?
Tak ada yang bisa menjawab secara pasti, tak ada ilmu pengetahuan untuk itu, semuanya hanya berdasar kepada naluri atau insting seseorang untuk mengenal sebuah pribadi yang menarik hatinya lalu mencari dan memberi tahu secara jujur kepada orang yang disukainya itu. Bisa dibilang akan terjadi hubungan timbal balik/dua arah. Kalau satu arah berarti yang dicintai tidak mencintai balik.

Walaupun begitu, salah satu yang bisa membuat seseorang tertarik dan ingin tahu lebih dan lebih lagi adalah ’membuatnya penasaran’.
Lelaki biasanya agak sulit atau malas menuliskan kata-kata, jadi ia terkadang tak suka bercerita banyak, terbalik dengan perempuan ia akan bercerita banyak apalagi dalam chatting.

Membuatnya penasaran itu sebenarnya mudah, tetapi terkadang juga susah kalau kitanya terlalu banyak bercerita sebelum lawan bicara kita bertanya tentang siapa kita.

Ucapkanlah hal-hal yang terbilang ’seru’ dan lebih banyak humor, yang penting enjoy & tenang juga berkesan percaya diri tetapi tidak sombong. Contoh; kalau dipuji jangan bilang,”ahh bisa saja!” ”Masa sih?” tetapi ucapkanlah ”Terima kasih!”

Ceritakan impianmu, apa yang akan dilakukan jika kamu bisa bersamanya, pakai imajinasimu, pikirkan hal-hal romantis yang bisa dilakukan jika nanti kalian bertemu. Sehingga lawan bicaramu menantikan pertemuan itu.

Gunakan emoticon-emoticon yang ada untuk mengekpresikan perasaanmu, lakukanlah dengan spontan untuk memberikan kejutan, seperti mengirimkan sebanyak-banyaknya emoticon ’cium’ = kiss attack.

Main games bersama lewat interactive pad atau tebak-tebakan daripada ngobrol doank mending melakukan activitas bersama, jadi tidak bosan.

Cobalah untuk bersikap ’mesra’ untuk tetap menghangatkan hubungan yang ada, walau jauh bukan berarti harus malas bilang ’sayang’, ’dear’, ’cinta’ atau kirim tanda ’cium’ .

Kalau ulang tahun kirim sms kejutan, telepon, video call atau foto dengan kue ulang tahun selayaknya jika kalian bersama, untuk memberikan perhatian.

Dari semuanya yang paling utama adalah bersikap jujur karena dengan begitu apa yang kita lakukan terlihat tulus. Kejujuran itu penting, satu-satunya cara untuk mengetahui jujur atau tidaknya orang yang sedang kita ajak chatting, kita harus benar-benar memperhatikan untuk tahu konsistensi ceritanya, kalau ada yang ganjil nah itu mulai tanda-tanda deh ...Memang tak ada orang yang sempurna, terkadang mereka lupa jadi terlihat plin-plan.

Intuisi hati kita biasanya berbicara benar, asal kita benar-benar peka akan hal itu. Tak ada yang mudah dalam menjalin hubungan apapun. Tetapi jika kita mencintai orang yang benar, jerih payah apapun terbayarkan bukan?

Cinta itu hanya bisa diidentifikasi dengan kejujuran, komitmen dalam arti tepat waktu kalau janjian chatting. Benar-benar menyiapkan dan menyediakan waktu untuk pasangannya walau sesibuk apa pun.

Tak ada orang yang tak mau berbicara atau menghindari pembicaraan dengan orang yang dicintainya terkecuali jika ia berbuat sesuatu yang bisa menyakiti hati pasangannya dan takut keceplosan jadi menghindari.

1-2 kali melewatkan kesempatan untuk berhubungan masih lumrah, mungkin memang penting tapi kalau berkali-kali, hati-hati!

Nikmatilah masa-masa perkenalan, manfaatkan chatting untuk saling mengenal dengan baik siapa lawan bicara kita. Cinta itu anugerah jika memang cinta itu ada, maka harus diperjuangkan tetapi tetaplah santai, jangan terburu-buru atau terbawa nafsu, supaya kita tetap bisa berfikir jernih karena Cinta itu tak pernah merugikan, kalau iya berarti ada yang salah.