Friday, June 15, 2012

#15HariNgeblogFF2 Hari ke 5: Sepanjang Jalan Braga


Setahun sudah, sejak peristiwa yang hampir menewaskanku di Danau Toba. Ayah menyuruhku membuka cabang di Bandung tepatnya di salah satu gedung di Jalan Asia Afrika.
Tinggal di apartemen Aston Braga City Walk, aku kembali melakukan kebiasaanku bersepeda ketika kuliah di Belanda. Terlalu dekat dari Braga ke Gedung kantor, kalau mengendarai mobil lebih jauh karena harus berputar-putar akibat kebijakan jalan satu arah di kota itu.
“Pagi Pak!” Aa Teja satpam apartemen, menyapaku pagi-pagi ketika hendak mengayuhkan sepeda ke kantor.
”Pagi A, cabut dulu yah ke kantor, jaga apartemen saya baik-baik.” Candaku.
”Siap Bos!”
Maklum aku tak banyak memiliki teman di Bandung ini, walaupun kudengar ada banyak sanak saudara dari margaku yang tinggal disana, tapi aku tak kenal mereka. Setiap pulang kantor jika Aa Teja selesai dengan bagian shiftnya, ia kuajak main Wii di apartemen.
...
Setiap jumat malam aku pulang ke rumah orang tuaku di Jakarta untuk bisa bertemu dengan teman-teman juga keluargaku. Lagipula aku pernah tidak pulang ke Jakarta selama akhir pekan, tak bisa kemana-mana karena jalanan di Bandung penuh dengan mobil-mobil huruf B. Kemacetan Jakarta urbanisasi ke Bandung.
Bosan juga setelah 3 bulan di Bandung sendirian dan kuputuskan untuk mencoba menyelusuri  jalan Braga malam hari bersama Aa Teja. Ia memboncengku dengan motor mengajakku makan nasi goreng di depan Hotel Savoy Homann,  lumayan enak untuk jajanan pinggir jalan begitu juga dengan bubur ayamnya.
Setelah kenyang kami berjalan di sekitar Jalan Asia Afrika tepat pk. 11.00 malam, kulihat ada sepasang lelaki dan perempuan berpakaian pengantin lengkap. Kupikir aku melihat hantu lagi, ternyata mereka sedang melakukan pemotretan prewed. Lucu juga malam-malam sengaja berdandan lengkap hanya untuk sebuah foto, tapi cukup menarik ketika kuintip hasil foto dari kamera fotografernya.
Banyak sekali ternyata yang harus kucicipi dan kunjungi, mulai dari warung Ceu Mar yang banyak menyediakan makanan rumahan khas Sunda  yang muncul pk. 08.00 malam.
Makan siang dengan sekretaris dan staff kantor di sebuah kantin di tikungan jalan Braga yang buka dari pk. 08.00 – 14.00 siang, banyak makanan rumahan yang enak disini.
Satu bulan kulakukan wisata kuliner dengan orang-orang disekelilingku dan banyak kutemukan makanan enak-enak tetapi agak aneh jam bukanya, seperti perkedel Bondon di depan stasiun hall. Itu juga baru mulai buka pk. 11.00 dan diharuskan mengambil nomor karena ramainya pembeli.
Akibat wisata kuliner itu aku memutuskan untuk menjadi member Gym di Braga City walk, tepat di bawah apartemenku takut buncit karena makan malam terus.
Beberapa minggu kemudian kumenemukan sosok gadis yang menarik hatiku di gym. Kami sering bersama-sama di kelas spinning.
Akhirnya kami berkenalan...
”Hai, sering kesini yah?” Sapaku, ketika mencari sepeda yang nyaman sebelum kelas dimulai.
”Iyah, Nada, kamu?”
”Choky.”  Jawabku.
”Haha, Batak yah?”
”Kok tahu?” Tanyaku agak heran.
”Tahu aja, banyak kok teman-temanku yang memiliki nama panggilan begitu.”
Dalam hati aku berharap ia Batak juga.
Selesai dari kelas spinning kami berjanji  untuk mampir di The Kiosk, tepat di depan Gym. 20 menit kemudian aku menunggunya di depan ruang loker sambil mengambil air minum.
Akhirnya ia keluar setelah 15 menit  menunggu, ia tampak cantik dengan balutan celana jeans legging dipadankan dengan tanktop putih dan geraian rambut panjangnya.
”Lama yah nunggunya?” Begitu ia mendapatiku melamun menunggunya.
“Tidak, hanya 15 menit.” Ujarku berusaha berbohong tapi spontan jujur.
”Ahh Batak yang sabar rupanya, 15 menit itu sebentar.” Ujarnya setengah mengejek.
Aku hanya tersenyum, lalu kami berdua berjalan menuju tempat itu.
Kami mengobrol seru, ternyata Nada menyenangkan orangnya. Ponselnya tiba-tiba berdering.
”Baru beres nge-Gym lagi ngobrol sama temen, arek kadieu? Nteu, teu mawa mobil. Di the Kiosk nya.”
Tiba-tiba seorang lelaki muncul dan mendekati Nada lalu mencium pipinya di depanku.
”Nah, ini Choky saya.”
Masih kurang beruntung menemukan pengganti si kerudung merah di hatiku.
...
#bersambung di kota lain
* Aa = panggilan untuk kakak laki-laki bahasa Sunda
*Arek kadieu? Nteu, teu mawa = Mau kesini? Tidak, tidak bawa

No comments:

Post a Comment