picture from http://www.cutesense.com |
25 Desember 1992,
Bunda,
Biarpun aku tak bisa berbicara,
Ijinkan tulisanku ini menyuarakannya,
Jika kudewasa nanti, aku ingin seperti Sinterklas,
Membagi-bagikan hadi ah kepada semua orang.
SELAMAT NATAL BUNDAKU SAYANG!
Vera
Dua puluh tahun lalu kutulis di kartu natal untuk ibuku. Sekarang umurku dua puluh tujuh tahun dan telah memiliki sebuah Gift and Flower Shop di Kawasan Dago, Bandung. Yang kuberi nama Happy karena memang itu tujuannya memberikan perhatian lewat barang-barang unik ataupun setangkai bunga untuk orang yang kita sayangi.
Memang aku tidak menjadi Sinterklas seperti yang kuinginkan. Setidaknya bisnisku ini menolong orang lain untuk bisa menjadi Sinterklas bagi orang-orang yang disayanginya.
Seluruh pegawaiku sedang makan siang, jadilah aku menjaga toko sendirian. Seorang perempuan muda berusaha memanggilku,”Siang Mbak, boneka Hello Kitty yang di depan kemana?” Aku sedang asyik bermain Angry bird di I-pad ku.
”Mbaaaak! Halllooooo!” Teriaknya lagi.
”Kenapa sih nih orang, budek apa?” Ujarnya kesal, tetapi begitu melihat sebuah tulisan di
belakang kursiku;
Don’t yell, just kick me
I’m deaf.
Untungnya dia tidak melakukan sesuai tulisan itu, malah mendekati dan menepuk bahuku. Dengan lincah ia menggerakkan jari-jemarinya untuk berbicara kepadaku, ”Hai, boneka Hello Kitty yang di depan masih ada tidak? Biasanya ada di etalase depan, aku menginginkannya untuk hadi ah ulang tahun adikku.”
Kuberi dia isyarat untuk mengikuti kemana aku pergi. Aku langsung pergi ke lantai atas yang merupakan gudang persediaan stok tokoku ini, boneka itu sedang dijemur karena kuminta pegawaiku mencucinya, maklum warnanya putih, mudah sekali kotor.
”Nah, ini dia yang kuinginkan untuk adikku itu, dia pernah datang ke toko ini bersamaku dan ia sangat menginginkannya. Jika sudah kering, bisakah kau antar ke rumahku besok pagi?” dengan tangkas, kembali ia menggerakkan jari-jemarinya saat melihat boneka Hello Kitty itu.
Kuberkata dengan jariku,”Baik, nanti akan kuminta pegawaiku mengantarkannya ke rumahmu, ada kartu member? Kalau memakai kartu, biaya antar jadi gratis”, kataku kepada
“Ini dia kartu membernya”, katanya melalui jemari tangan kirinya, seraya menyerahkan sebuah kartu yang ia keluarkan dari dompet cokelatnya.
“Apa kau mau menuliskan beberapa kata untuk adikmu? Aku akan bantu menuliskannya di kartu ucapan”, tanyaku kepadanya.
“Boleh...Biar kutulis di kertas ini ya. Nanti kau tulis ulang lagi. Aku malu tulisanku tidak rapi”, jawabnya sambil menunjuk sebuah kertas kecil yang sering kupakai untuk mencatat nama dan nomor pelanggan.
Tak lama, dia mulai tampak serius menuliskan beberapa kata di kertas itu. Tampaknya dia benar-benar sayang pada adiknya.
“Ini...Nanti tolong kau tulis ulang lagi ya. Disini aku juga tulis alamat pengirimannya. Kau bisa membacanya kan”, jemari tangan kirinya berkata sembari menyerahkan potongan kertas kecil itu kepadaku. Kulihat tulisan di kertas itu secara sekilas. Kuanggukkan kepalaku sebagai tanda mengiyakan pertanyaannya tadi.
”Berapa total harganya?” tanyanya sebelum meninggalkan tokoku.
Kembali aku terkagum-kagum dengan kelincahan jari-jemarinya menuturkan bahasa isyarat kepadaku,”Rp. 115.000, aku diskon untuk pelanggan.” jawabku.
Segera setelah dia menyelesaikan pembayaran, dia memberi isyarat tanda terima kasih dan berjalan keluar dari tokoku.
Melihat pelangganku tersebut berlalu, kubaca dengan seksama kata-kata yang pelangganku tadi tulis.
“Namaku Lisa. Aku ingin memberikan hadi ah ini untuk adikku yang bernama Ratih. Besok adalah hari ulang tahunnya yang ke – 14. Melihatmu di toko tadi membuatku teringat Ratih, karena dia juga sepertimu. Itu jawaban kenapa aku bisa berbicara dalam bahasa isyarat kepadamu tadi.
Jika boleh, selain kau yang menuliskan ucapan untuk Ratih, bolehkah jika kuminta kau sendiri yang datang mengantarkannya ke rumahku. Aku ingin minta bantuanmu untuk menghibur Ratih. Akhir-akhir ini Ratih mengurung diri dan tak mau sekolah. Sepertinya dia sedang mengalami masa-masa sulit di sekolahnya, karena saat ini dia bersekolah di SMP negeri biasa.
Sebelum dan sesudahnya, terima kasih ya...
Lisa..”
Aku terdiam dan merenung sesaat. Pikiranku melayang ke jaman aku sekolah SMP dulu, seperti yang dialami Ratih saat ini. Ketika itu aku pun mengalami masa-masa sulit, adaptasi dari SLB setara SD dimana aku banyak memiliki teman-teman senasib , menjadi memasuki sekolah SMP negeri biasa dimana aku seperti merasa sendiri dan terasing dibanding teman-temanku yang bisa berbicara.
“Kamu harus tetap kuat ya Ver. Ibu percaya kamu bisa seperti anak-anak yang lain, bahkan lebih.”, kata Ibuku setiap kali aku pulang sekolah dengan tangisan membasahi mata dan pipiku.
Ya, memang sejak Ayah meninggal saat aku berusia satu tahun, praktis hanya Ibu yang selalu mendukung dan menyemangatiku dengan tulus setiap kali aku merasa sedih, terutama karena kekurangan yang aku miliki.
Sebuah tepukan di bahu menghentikan lamunanku. Kulihat Ibuku berdiri disampingku dan tampaknya telah berdiri sejak tadi memperhatikan aku.
“Kenapa kamu menangis, Nak?”, tanya Ibuku lewat gerakan tangannya sambil menyeka air mataku.
“Gak apa-apa bu. Coba Ibu baca surat ini”, kataku sambil kuserahkan kertas yang sedang kubaca.
Ibu mulai membaca tulisan di kertas itu. Lama dia terdiam. Kulihat ibuku pu menitikkan air mata.
“Ibu bangga kepadamu, Nak. Ibu pun akan menemanimu mengantar boneka ini ke tempat Ratih..”, kata Ibu padaku lewat jemari-jemari tuanya.
***
Keesokan harinya, di rumah Ratih..
“Hallo Ratih...
Selamat ulang tahun ya. Semoga kamu suka dengan kado yang Kak Lisa beliin buat kamu.
Semoga Ratih gak sedih lagi ya di sekolah.
Pasti Ratih bingung kok yang ngasih kadonya orang lain.
Nama Kakak yang kasih hadi ah ini adalah Kak Vera. Dia sama kayak kamu. Liat deh, dia gak sedih kan meski punya kekurangan. Kakak pengin kamu juga bisa semangat kayak dia dan ga sedih karena punya kekurangan. Kakak percaya kok Tuhan pasti adil kasih kelebihan dan kekurangan ke umat-Nya. Nah, selain punya kekurangan, Tuhan pasti juga kasih banyak kelebihan ke Ratih. Kalo gak percaya, coba deh ajak ngobrol Kak Vera. Dia baik kok...
Ya udah, semoga Ratih bisa panjang umur, tambah pinter, dan ga sedih-sedihan lagi.
Salam sayang , Kak Lisa.
Kulihat senyum mengembang di bibir Ratih saat menatapku. Kugerakkan tanganku untuk berbicara kepadanya...
“Halo Ratih. Ini Kak Vera. Selamat Ulang Tahun ya...”
Tak kuduga, dia menjawab sapaanku kepadanya.
“Halo Kak Vera. Makasih ya Kak....”
Kulirik sedikit celah pintu yang terbuka. Beberapa senyum dan pasang mata bahagia berdiri di sana.
cerpen ini di publish jg di http://www.kamar-kata.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment