Monday, February 13, 2012

MBAH SOED #20HariNulisDuet Day 4 with @trihansdotcom


Sebuah Mercedes Benz E-class terpaksa diparkir agak jauh karena jalan menuju rumah Mbah Soed tidak beraspal dan agak sempit. Selesai memarkir, seorang Laki-laki paruh baya berpakaian safari keluar dan berjalan menuju rumah Mbah Soed. Beliau dapat kabar tentang Mbah ini dari temannya yang sudah menjadi menteri, Sedangkan ia sedang merintis menjadi caleg.

Sesampainya di rumah Mbah Soed, Mbah Soed sedang asyik lesehan menikmati rokok kretek dan kopi tubruknya ditemani beberapa pisang goreng dari warung kopi tetangganya di bale depan gubugnya. Tiap hari pemilik warung kopi itu mengirimkannya sebagai persenan karena sejak Mbah Soed banyak kedatangan pasien, warungnya ikut laku keras. 

"Mbah Soed? Maaf mengganggu, Bos saya mau konsultasi Mbah." Tanya Pak Supir sopan.

"Ah, Pak Murdoyo? Ditunggu pak di dalam! Saya mau ngopi dulu sambil menghabiskan rokok saya ini." Jawab Mbah Soed santai.

Pak Murdoyo calon legislatif itu langsung kaget karena Mbah sudah tahu namanya sebelum ia berbicara sepatah kata pun. Lalu ia masuk ke dalam menunggu Mbah Soed menikmati rokok dan kopinya itu. (Mbah Soed punya tea time juga rupanya)

Di dalam gubug Mbah Soed, Pak Murdoyo mencoba-coba mencari tempat di deretan kursi kayu dan kemudian ia duduk di kursi yang lebih dekat dengan pintu, tidak terlalu dalam. Baginya ruangan itu begitu pengap dan kotor. Sarung dan pakaian Mbah Soed yang bergelantungan di sebuah tali jemuran yang di ikat sekenanya. Gelas-gelas kotor sisa kopi kemarin lusa yang belum juga diambil oleh pemilik warung kopi di depan sudut gangnya. Beberapa kalender yang meskipun telah berganti tahun tetap saja berada ditempatnya, mungkin Mbah Soed tak pernah memperhatikan angka-angkanya tetapi lebih karena gambar artis-artis karbitan dengan pose seronok dan juga poster kampanye hadiah dari calon Anggota Dewan yang berkunjung kerumahnya. Jam dinding pun sepertinya menjadi sesuatu yang janggal disini. Dinding kusam yang terbuat dari anyaman bambu dan penuh bercak serta sebagian diantaranya telah berlubang digerogoti tikus harus disandingkan dengan Jam dinding mewah.

"Paling hadiah dari pak Menteri". Pak Murdoyo bergumam, mengingat kesuksesan rekannya yang baru saja terpilih jadi Menteri. Dan menyarankannya untuk meminta doa dan jimat dari Mbah Soed.

"Sudah dibawa syarat dan maharnya Pak?". Tiba tiba Mbah Soed masuk ke biliknya mengagetkan Pak Murdoyo yang sedang mengamati jam dindingnya.

"Itu Jam dinding dari Pak Asep, itu lho... yang bulan kemarin kesini bawa mobil bagus dan mulus..eee... Bapak balik lagi kesini bawa Jam dinding itu. Katanya sekarang sudah jadi Menteri di kota." Mbah Soed bercerita bangga sambil menunjuk ke arah Jam dindingya. "Saya sih nggak bisa baca jam, cuma ndengerin bunyi belnya saja pak. ting ting ting... kalo tiga kali berarti sudah jam tiga, waktunya mandiin Si Joko, kambing kesayanganku.., Eh Bapak jadi Menteri itu karena jimat dari ku pak." Mbah Soed menghisap rokoknya dalam-dalam kemudian menghembuskan tepat diwajah Pak Murdoyo. Terbatuklah seketika Pak Murdoyo karena asap rokok kreteknya yang Mbah Soed yang lebih mirip dengan foging demam berdarah....

”Bu, kopinya satu donk sama pisang goreng. Sepertinya nikmat melihat Si Mbah tadi.” Ujar Pak Supir kepada pemilik warung kopi, sambil menunggu Bosnya selesai konsultasi.

”Pasti nikmatlah, orang buatan saya!” Sahut Ibu pemilik warung dengan genit.

”Enak, masih hangat!” Goda Pak Supir kepada pemilik warung.

”Bu, heran saya, Bos saya itu lulusan Luar negeri loh tapi masih percaya yang beginian, kurang apa coba, masih nggak percaya diri juga jadi Caleg.” Ujar Pak Supir lagi.

”Eh, hati-hati loh kalau bicara Mbah Soed nanti dengar bisa dikutuk kamu!” Jawab pemilik warung.

”Masa?” Tanyanya kaget.

”Iyah, walaupun saya tidak terlalu yakin tapi Mbah Soed itu pembawa rejeki disini. Sejak Mbah banyak tamu warung saya jadi ramai.”  Sahut Pemilik warung lagi.

”Iyah juga sih, yah moga-moga aja Bos saya menang dan jadi menteri juga, soalnya sudah banyak uang yang dihabiskan sejak mencalonkan diri jadi Caleg.” Cerita Pak supir.

”Pastilah, itu menteri yang baru konsultasi sama Mbah, lho!” Promosi Ibu Warung lagi.

”Iya sih Bu, Si Bos juga dengarnya dari dia.”

Di dalam bilik gubug,”Puhhhh!” Mbah menyemburkan air teh hasil kumur-kumurnya ke muka Pak Murdoyo.

Demi jabatan yang diinginkannya ia menerima mentah-mentah semburan itu, sambil menahan muntah akibat bau mulut Mbah Soed.

Selesai Konsultasi dan memberikan amplop uang yang disiapkan ia keluar dari dalam gubug sambil mengeluarkan sapu tangannya, mengelap air semburan tadi. 

...

Pemilihan Calon Legislatif telah berlangsung tetapi Nama Pak Murdoyo tidak disebut-sebut juga, hanya satu itu pun suara dari supirnya.

Terbayang perjuangan demi ikut Pesta Rakyat itu, berapa miliar uang yang telah ia habiskan untuk sogok kanan kiri. Belum lagi tabungan yang terkuras habis dan hutang yang sepertinya tak tetanggungkan lagi. Dunia tiba tiba menjadi gelap, dan Pak Murdoyo pingsan ditempat.
"Pak...pak bangun pak...!". Suara panik dari sopir pribadinya yang ikut merasakan suasana hati bosnya itu. Baginya ini juga akhir karirnya sebagai sopir calon pejabat. Kemewahan yang ia rasakan beberapa bulan terakhir sepertinya ikut menguap bersama impian bosnya. Kembali menjadi tukang ojek.

Pak Murdoyo akhirnya terbangun dari pingsannya, pandangannya kosong. Dunia gelap yang baru saja hadir sepertinya tak pernah kembali terang. Hanya beberapa kalimat yang selalu ia ucapkan berulangkali dengan lirih seperti meracau tak jelas. " Pak dewan...pak menteri.. pak pejabat..." kemudian suara itu berulang dan semakin tak ketara yang diucapakanya. Dia gila.

Berita kekalahan Pak Murdoyo ternyata juga berimbas langsung pada praktek dukun Mbah Soed. Masa keemasannya pun berlalu, namanya sudah tereleminasi dari jajaran paranormal yang disegani. Tak ada lagi pisang goreng hangat dan segelas kopi tubruk karena pemilik warung kopi pun gulung tikar karena sepi pengunjung. Rokok kretek yang masih menempel disudut mulutnya adalah rokok sisa kemarin yang ia bakar dalam beberapa hisapan kemudian dimatikan agar besok masih bisa di hisapnya kembali, sebatang cukup untuk dua tiga hari kedepan. 

Hanya suara denting jam dinding sisa masa jayanya. Ya setidaknya dia masih bisa mendengarkan jumlah dentingnya untuk mengingatkanya kapan dia akan memandikan Joko.  

No comments:

Post a Comment