Jenny dan Fabian sudah pacaran lama, tetapi di tahun ketujuh ini karena kesibukkan
mengejar karier masin-masing percintaan mereka hanya menjadi rutinitas saja.
mengejar karier masin-masing percintaan mereka hanya menjadi rutinitas saja.
Hari Jumat setelah pulang kantor,
"Hai Fabian, malam minggu jadi makan malam bersama?" Jenny menelepon Fabian.
"Hai Fabian, malam minggu jadi makan malam bersama?" Jenny menelepon Fabian.
"Hai Jen, jadi donk, tapi jam berapanya aku harus tunggu selesai
meeting sama bosku yah?"
meeting sama bosku yah?"
"Kan besok hari Sabtu, masak kamu harus kerja juga?" Tanya Jenny lagi.
"Iyah, maaf Jen. Aku nggak bisa nolak bos, kamu kan tahu bagaimana
karakter bosku, maaf yah?"
"Baiklah, tetapi kita pasti makan malam bareng yah?" ujar Jenny memastikan.
"Iyah, pasti. Sabar yah sayang." Rajuk Fabian.
"Ok, sampai ketemu besok." Jawab Jenny sambil menghela nafas,
menyiratkan kekecewaannya.
Malam minggu, sudah pukul delapan malam tapi Fabian belum datang juga.
Dicobanya beberapa kali menelepon Fabian tapi tidak diangkat. Tiga jam kemudian barulah ia datang ke rumahnya dan hanya bermalam minggu di rumah saja.
"Iyah, maaf Jen. Aku nggak bisa nolak bos, kamu kan tahu bagaimana
karakter bosku, maaf yah?"
"Baiklah, tetapi kita pasti makan malam bareng yah?" ujar Jenny memastikan.
"Iyah, pasti. Sabar yah sayang." Rajuk Fabian.
"Ok, sampai ketemu besok." Jawab Jenny sambil menghela nafas,
menyiratkan kekecewaannya.
Malam minggu, sudah pukul delapan malam tapi Fabian belum datang juga.
Dicobanya beberapa kali menelepon Fabian tapi tidak diangkat. Tiga jam kemudian barulah ia datang ke rumahnya dan hanya bermalam minggu di rumah saja.
Minggu depannya mereka janjian pergi menonton bioskop tetapi Fabian datang terlambat padahal Jenny sudah membelikan tiket dan menunggunya. Terpaksa ia menonton sendirian sampai selesai. Lima belas menit kemudian, "Sayang!", Fabian hampir berteriak memanggil Jenny yang sedang duduk di lobby menunggunya.
Fabian datang tidak sendirian namun dengan rekan sekantornya.
Fabian datang tidak sendirian namun dengan rekan sekantornya.
"Maaf ya aku telat. Macet banget tadi. Eh film-nya udah selesai? Kita
makan langsung aja ya. Nggak papa kan?".
Jenny mengangguk sambil mencoba tersenyum. Kembali lagi ia kecewa.
makan langsung aja ya. Nggak papa kan?".
Jenny mengangguk sambil mencoba tersenyum. Kembali lagi ia kecewa.
Begitu juga malam minggu berikutnya. Setiap kali berkencan hanya seperti rutininas lapor diri.
"Bo, udah liat berondong baru belom, bo?", Via teman sekantor Jenny
menyapanya di kantor hari Senin dengan gosip baru.
Jenny menggeleng. Ia tahu akan ada mahasiswa yang magang di kantornya
tapi itu saja. Selebihnya tidak ada yang menarik perhatiannya. Sudah
banyak mahasiswa yang keluar masuk kantornya untuk magang selama
beberapa bulan. Jenny tidak membenci mereka namun juga tidak punya
alasan untuk bergaul dengan anak magang.
"Bo, udah liat berondong baru belom, bo?", Via teman sekantor Jenny
menyapanya di kantor hari Senin dengan gosip baru.
Jenny menggeleng. Ia tahu akan ada mahasiswa yang magang di kantornya
tapi itu saja. Selebihnya tidak ada yang menarik perhatiannya. Sudah
banyak mahasiswa yang keluar masuk kantornya untuk magang selama
beberapa bulan. Jenny tidak membenci mereka namun juga tidak punya
alasan untuk bergaul dengan anak magang.
Sampai ia bertemu Adrian, mahasiswa semester 7 yang mulai magang hari
ini. Adrian adalah pemuda biasa. Bukan tipe pemuda yang akan membuat
seluruh gadis melirik. Tapi hanya dengan melihatnya berkata-kata
dengan beberapa pegawai, Adrian terlihat hangat dan simpatik.
"Pagi Bu!" Sapa Adrian, begitu Jenny melewatinya.
"Pagi!" Balas Jenny pendek.
"Bu, boleh bicara sebentar?" Tanpa sadar ternyata Adrian mengikuti
Jenny sampai di depan ruangannya.
"Oh, ada apa yah?" Tanya Jenny keheranan.
"Kalau diperbolehkan, saya ingin magang di divisi ibu?"
"Hmm, bukannya kalau magang itu sudah diatur oleh HRD?" Jenny balik bertanya.
"Iya Bu, tetapi saya ingin berbeda dengan yang lain dan HRD bilang
harus minta ijin langsung ke Ibu." Jelas Adrian sopan.
"Oh begitu, memang kamu kuliah jurusan apa? Maaf, silahkan duduk."
Jenny berakhir mewawancarai Adrian.
Melihat sopan santun dan resume Adrian, akhirnya ia mengijinkan Adrian
magang di divisinya dan menjelaskan ke HRD masalah penempatan Adrian.
Jenny biasanya malas menerima anak magang atau memberikan training, ia
selalu mencari pegawai yang 'sudah jadi' tetapi entah mengapa untuk Adrian, ia mau
melakukan pengecualian.
Dan di sanalah Adrian, setiap hari berinteraksi dengan Jenny.
"Bu, belum pulang?", Adrian bertanya pada Jenny yang termangu di depan jendela.
"Tunggu jemputan ya, Bu?", tanya Adrian lagi.
Jenny hanya melihat Adrian sekilas.
"Ah maaf. Saya pulang duluan Bu. Permisi".
"Eh tunggu!".
"Tunggu jemputan ya, Bu?", tanya Adrian lagi.
Jenny hanya melihat Adrian sekilas.
"Ah maaf. Saya pulang duluan Bu. Permisi".
"Eh tunggu!".
Adrian berbalik arah.
"Saya juga mau pulang, ke bawah bareng ya!".
Kantor Jenny berada di lantau 18. Perlu waktu kurang lebih tiga menit untuk turun ke lantai dasar. Lebih jika setiap lantainya pintu terbuka untuk menampung para pegawai yang mau turun juga,
"Saya juga mau pulang, ke bawah bareng ya!".
Kantor Jenny berada di lantau 18. Perlu waktu kurang lebih tiga menit untuk turun ke lantai dasar. Lebih jika setiap lantainya pintu terbuka untuk menampung para pegawai yang mau turun juga,
"Baik Bu, saya tunggu di depan resepsionis yah." Jawab Adrian.
Ketika Pintu lift terbuka dengan sigap Adrian menjaga pintunya supaya tidak tertutup demi Jenny. Akhirnya Jenny datang setengah berlari.
"Terima kasih, sudah menungguku!" Ujar Jenny agak kikuk.
Karena lift penuh, mereka tidak nyaman untuk mengobrol jadi mereka diam selama perjalanan ke bawah.
Saat sampai di lobby,
"Kamu kalau habis kerja biasanya ngapain aja?" Tanya Jenny lagi.
"Biasa Bu, anak muda paling juga Ibu tidak akan tertarik." Jawab Adrian.
"Hahaha, kamu menghina saya? Memang saya terlihat tua sekali apa?" Tegur Jenny.
"Tidak Bu, maaf! Adrian menjawab agak takut-takut.
"Memang kalau anak muda ngapain aja sih?" Sindir Jenny.
"Yah bu, paling juga ke mall, main bowling, billiard atau nggak ke bioskop pas nomat." Jelas Adrian.
Tiba-tiba ponsel Jenny berdering, ternyata sms dari Fabian yang menjelaskan terjebak macet sehingga tidak bisa menjemputnya tepat waktu.
Melihat mimik kekecewaan di wajah atasannya, Adrian langsung bersimpati.
"Ada apa bu?"
"Tidak ada apa-apa, hanya yang menjemput akan terlambat datang karena terjebak macet." Jawab Jenny dengan nada kecewa.
"Kalau Ibu mau, Ibu bisa ikut saya ke gedung sebelah main billiard sambil nunggu yang jemput datang, bagaimana?"
Entah mengapa Jenny langsung mengiyakan dan mengikuti Adrian berjalan ke gedung sebelah, tanpa disadari beberapa rekan sekantor mereka memperhatikannya.
"Ibu ternyata jago juga mainnya!" Puji Adrian setelah beberapa kali Jenny berhasil memasukkan bolanya.
"Kalau disini jangan panggil Ibu yah, cukup Jenny saja. tapi di kantor tetap!" Ungkap Jenny.
"Baiklah Bu, Jangan khawatir!" Jawab Adrian sambil tersenyum.
"Maksud saya Jenny!"
"Giliran kamu tuh!" Ujar Jenny melepaskan stik billiardnya.
Tak terasa mereka bermain disana lebih dari 2 jam dan akhirnya ponsel Jenny berdering, Adrian telah menunggu di Parkiran di depan kantor. Jenny langsung kesana.
Begitulah rutinitas mereka, jika Fabian terlambat atau tak bisa menemani, Jenny langsung pergi dengan Adrian.
Berbeda dengan Fabian, Adrian menghujaninya dengan perhatian. Setiap hari Adrian tak pernah lupa membawakan kopi kesukaan Jenny. Adrian pun sedikitnya memberikan perubahan pada penampilan Jenny, dari wajah yang di poles make up, rambut baru, bahkan cara berpakaian karena Adrian pernah bilang bahwa dirinya akan jauh lebih cantik jika berdandan.
”Kamu akhir-akhir ini berbeda, terlihat lebih menarik, apa rahasianya?” Tanya Via di pantry.
”Ah, biasa aja. Memang kenapa?” Tanya Jenny.
”Yahh, berbeda saja gara-gara sering jalan sama berondong yah? Itu tuh anak buah kamu yang baru.” Goda Via.
”Gila kamu, aku kan sudah ada Fabian.” Jawab Jenny.
Di ruangan lain di kantor itu,
”Dri, gue dengar lo dilulusin jadi karyawan tetap sama Bu Jenny. Selamat yah!”
”Terima kasih, memangnya lo enggak?”
”Kagak gue selesai magang, ya sudah. Ada saran buat gue?”
“Karena lo temen gue, gue kasih tahu rahasianya tapi jangan bilang siapa-siapa yah!”
”Iyah janji, apaan?”
”Kecengin deh atasan lo!”
No comments:
Post a Comment