“Dan, kurasa waktuku tak lama lagi!” Ujar Budi dengan nafas terputus-putus.
”Jangan ngomong begitu Bud, pamali! Kamu pasti akan baik-baik saja dan menikahi Shelly minggu depan, sebentar lagi ambulan akan datang.” Balas Danny sambil menggenggam tangan sahabatnya itu.
Suara sirine ambulan melengking keras mendekati lokasi kecelakaan di tol Cipularang. Mobil Xenia milik Danny hancur, tapi ia baik-baik saja karena ia menggunakan sabuk pengaman sedangkan Budi terlempar keluar cukup jauh ketika kecelakaan terjadi, karena dirinya tdk menggunakan sabuk pengaman dan sedang tertidur.
Terjadi pendarahan di kepala Danny, menurut perawat yang datang bersama ambulan tersebut. Seiring perawat membawanya ke dalam ambulan, Danny tetap menggenggam tangan Budi dan ikut menemani ke rumah sakit di dalam ambulan itu.
Di dalam perjalanan menuju rumah sakit, Budi meremas tangan Danny ”Danny! Tolong dengarkan aku!”
Mau tak mau Danny mendekatkan telinganya ke mulut Budi demi mendengarkan suara lirihnya.
”Jika terjadi apa-apa denganku berjanjilah untuk menikahi Shelly, ia sedang mengandung anakku dan anggaplah anakku itu adalah anakmu juga.”
”Jangan ngomong begitu, kamu akan baik-baik saja!” Jawab Danny.
”Tolong berjanjilah!” Pinta Budi lirih.
”Oke, aku janji! Sekarang istirahatlah!” Jawab Danny berusaha menenangkan.
Setelah Danny berjanji, Budi menghembuskan nafas terakhir sesampainya di rumah sakit. Tinggallah Danny kebingungan akan janji yang telah diucapkannya.
...
Pesta pernikahan berubah menjadi pemakaman, Shelly menangis tak henti-hentinya melihat liang kuburan Budi ditutup.
Sejak penutupan peti dan upacara pemakaman, beberapa kali Danny berusaha mendekati Shelly untuk berbicara secara pribadi demi menyampaikan pesan terakhir Budi kepadanya. Tetapi perempuan itu selalu berkelit dan menyalahkannya atas kematian calon suaminya.
Tak ada yang tahu bahwa Shelly sedang hamil, memang usia kandungannya belum terlihat jelas, terlebih karena ia kurus. Janin itu terjalin 1,5 bulan yang lalu ketika keduanya hilap terbawa suasana romantis.
Rencana pernikahan memang sudah direncanakan 6 bulan yang lalu dan semua persiapan pun sudah beres hanya saja maut merenggut calon mempelai laki-lakinya.
Sebenarnya Danny sudah jatuh cinta terlebih dahulu kepada Shelly dibandingkan Budi, hanya saja ia terlambat mendekati Shelly yang akhirnya jadian dengan Budi sahabatnya itu.
“Shell aku mau bicara boleh?” Danny memegang tangan Shelly ketika Shelly akan masuk kedalam rumah setelah pulang dari rumah duka.
“Ehh?? Iya terimakasih karena telah mengantarku?” Shelly pun menunduk memberikan hormat.
“Sebentar Shell, ada hal penting yang aku ingin bicarakan” shelly memandang Danny dengan tatapan penuh tanda tanya. “begini shell, aku takut ini menyinggungmu. Tapi aku sudah berjanji pada Almarhum untuk menjagamu jadi,...” kata-kata denny terputus.
“Eh? Janji? Janji apa yang kau bicarakan?” Shelly pun penasaran akan pernyataan Denny.
“Begini Shell, saat aku mengantarkan Alm. Budi ke rumah sakit. Dia mempunyai pesan terakhir kepadaku. Kalau aku harus menjaga dan menikahimu” Danny pun tertunduk malu akan kata-katanya.
‘Non sense! Gak mungkin Budi bilang gitu, haha~ ini terlalu berlebihan kalo kau ingin menghiburku karena aku gagal menikah dengan Budi. It’s Ok! Percayalah aku gak apa-apa” ucap shelly tersenyum kecut ke arah Danny.
“Tapi Shell, aku benar-benar telah berjanji pada budi untuk menjagamu dan calon anak mu!”
Plakz.. Suara tamparan yang cukup keras mengenai wajah Danny.
“Kau berbicara apa? Kau sudah mulai ngelantur Dan, ingat baru 20 menit yang lalu Budi dimakamkan kau juga melihatnya kan? Sekarang kau mulai merayuku? Apa pantas? Aku mungkin masih memaafkanmu untuk kali ini, mengingat kau sahabat dekat Budi dan kepalamu habis terluka. Mungkin pikiranmu masih kacau” Shelly pun masuk ke dalam rumah. Dia kesal karena dipikirnya Danny menggunakan kesempatan disaat kematian Budi. Padahal dulu dia mengenal Danny sebagai sesosok pemuda baik hati dan ramah. Sempat dulu ia pun jatuh hati padanya, namu Budi lah yang menyatakan cinta terlebih dahulu.
Masih di tempat yang sama, Danny memegang pipinya yang masih terasa panas dan merah “Bud, aku harus bagaimana Shelly menolakku” batinnya, tanpa sadar. Air matanya pun mengalir. Ada rasa sakit dan panas di hatinya entah rasa apa itu.
Danny pun pulang ke rumahnya dan sedikit kecewa akan reaksi Shelly menerima niat baiknya itu.
”Shell, ada apa? Mengapa kamu menampar Danny?” Tanya Ibunya ketika melihat kejadian itu.
”Danny melamarku, ma! Belum lama Budi meninggal, ia malah mengambil kesempatan mendekatiku. Apa mungkin ia sengaja membiarkan Budi meninggal karena ia sebenarnya masih menginginkan diriku?” Jelas Shelly dengan nada marah.
”Jangan begitu, mungkin niatnya baik dan mungkin juga itu yang dipesankan Budi kepadanya, apa benar kamu hamil?” Ujar ibunya dengan hati-hati.
Shelly kembali menangis dan mengangguk dengan sedihnya. Ibunya pun langsung memeluknya.
40 hari berlalu dan sejak kejadian itu Danny tak pernah muncul-muncul lagi di depan rumah Shelly. Tepat di perayaan 40 hari kematian Budi di rumah orang tua Budi, ia akhirnya muncul.
Shelly terlihat lebih tenang dan kandungannya mulai terlihat. Orang tua Budi sebenarnya agak kaget karena baik Shelly maupun orang tuanya tidak pernah memberitahukan kepada mereka tentang janin di kandungan Shelly dan Budi pun tidak sempat mengabarkan tentang cucu mereka.
”Apa kabar, Shell?” Tanya Ibu Budi sambil memeluk dan memberi cium pipi kiri dan kanan kepada Shelly.
Dengan bahasa tubuh ia mengisyaratkan pertanyaan atas janin yang di dalam perut Shelly dan dibalas dengan anggukan oleh Ibu Shelly. Terlihat sedikitnya senyum kebahagiaan di wajah orang tua Budi.
Ketika Shelly sendirian selesai doa dan upacara 40 hari kematian Budi, dengan hati-hati Danny mendekatinya,”Shell, maaf yah soal lamaran waktu itu.”
”Tidak apa-apa, maafkan reaksiku juga karena aku masih galau pada saat itu.” Ujarnya.
”Shell, Kau masih tidak percaya bahwa Budi berpesan kepadaku untuk menikahimu?” Tanya danny perlahan.
”Dan, aku tak ingin ada laki-laki yang menikahiku karena kasihan tapi karena mencintaiku.” Jawab Shelly.
”Awalnya aku pun bingung ketika Budi berkata seperti itu kepadaku antara kaget dan merasa bersalah karena aku yang menyebabkan kamu kehilangan Budi, seharusnya aku yang menggantikannya di liang kubur.” Jelas Danny dengang nada bersalah.
”Jangan menyalahkan dirimu Dan, aku hanya tak ingin membebanimu akibat komitmen terhadap sebuah janji.” Shelly berkata sambil memegang tangan Danny.
”Aku tahu dirimu, jika berjanji kamu selalu menepatinya. Tetapi pernikahan bukanlah suatu komitmen belaka, harus didasari oleh rasa cinta bukan beban moral.” Jelas Shelly lagi.
”Shell, 40 hari lamanya aku menunggu saat ini dan merenungkan ucapan Budi di ambulan itu, 40 hari sudah akhirnya kusadari bahwa sebenarnya aku masih mencintai dan menunggumu. Biarlah aku menjadi kekasih, suami dan Bapak dari anak yang ada dikandunganmu itu, ijinkan aku menjadi bagian dari hidupmu.”
Shelly menangis dan terasa ada gejolak kecil di dalam janinnya seperti menyuruhnya untuk mengiyakan lamaran Danny.
Terasa angin dingin melingkupi pelukan Shelly dan Danny, roh Budi merestui hubungan mereka... dan pergi menuju sinar putih karena wanita beserta janin yang dicintainya aman bersama sahabatnya.
No comments:
Post a Comment